Pendidikan
dan pembelajaran adalah changes of behavior. Ketika proses pembelajaran telah dilaksanakan
untuk hal-hal tertentu, maka pencapaian yang terbaik adalah perubahan perilaku
peserta didik menjadi pribadi yang positif. Pembelajaran bukan menuju demagogi
(perubahan ke arah kondisi negatif), tetapi merupakan pedagogi dan andragogi.
Ciri perubahan
tingkah laku sebagai hasil pembelajaran, yaitu:
1)Perubahan
tingkah laku interaksi sosial, misalnya seorang anak kecil yang tadinya sebelum
memasuki sekolah bertingkah manja, cengeng, egois, dan sebagainya, tetapi
setelah beberapa bulan masuk sekolah dasar, perilakunya berubah menjadi anak
yang baik, tidak lagi cengeng dan sudah mau bergaul dengan teman-temannya.
Seorang
pelajar SMA kelas X (kelas I) sebelumnya sering meninggalkan rumah dan tidur di
tempat temannya, sering berkelahi, malas sekolah, dan sebagainya, tetapi
setelah pindah sekolah ke kota lain, tingkah lakunya berubah menjadi
sebaliknya. Hal ini karena anak tersebut telah belajar dari sekolah dan
lingkungannya yang baru.
Dari
contoh tersebut, dapat dipahami bahwa perubahan yang timbul adalah bersifat
positif. Tujuan yang diinginkan dalam belajar adalah hasil yang positif. Ada
juga yang hasilnya bersifat negatif (buruk), misalnya karena bergaul dengan
anak-anak nakal, selalu melihat perjudian, sering menonton film porno, maka
anak pun menjadi nakal dan jahat. Anak tersebut telah belajar dari hal-hal
negatif dan kondisi yang buruk.
2)Perubahan
kebiasaan. Belajar yang berhasil dapat mengubah kebiasaan, dari yang buruk
menjadi baik, seperti merokok, minum-minuman keras, keluyuran bangun terlambat,
dan sebagainya. Kebiasaan buruk tersebut harus diubah menjadi yang baik.
Kebiasaan buruk akan menghambat jalan menuju kebahagiaan tetapi sebaliknya
adalah sebagai pelicin jalan menuju kemelaratan, dan itu jangan diteruskan
karena bisa “mendarahdaging”. Cara menghilangkannya ialah belajar melatih diri
menjauhkan kebiasaan buruk dengan meneguhkan keyakinan dan tekad bukat harus
berhasil.
3)Pengembangan
dan peningkatan keterampilan. Dengan belajar dapat menambah dan mengubah
keterampilan, misalnya olahraga, kesenian, jasa, teknik, pertanian, perikanan,
pelajaran, dan sebagainya. Seseorang yang terampil main bulu tangkis, bola,
tinju maupun cabang olahraga lainnya adalah berkat belajar, bakat, dan latihan
yang sunguh-sungguh. Demikian pula halnya dengan keterampilan bermain barang
kerajinan dan sebagainya semuanya perlu usaha dengan belajar yag serius, rajin,
dan tekun. Pengembangan keterampilan ini dapat dengan jelas kita lihat pada
hasil belajar pada anak-anak sekolah kejuruan (vokasional) dan teknik.
4)Peningkatan
pengetahuan. Belajar bertujuan menambah pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu,
misalnya tidak bisa membaca, menulis, berhitung, berbahasa inggris menjadi bisa
semuanya. Dari tidak mengetahui keadaan di kutub utara menjadi mengetahui dan sebagainya.
Ilmu pengetahuan terus berkembang dan dinamis. Karena itu setiap orang, besar ,
kecil, tua, muda diharuskan belajar terus agar dapat mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju.
Lebih
tegas lagi, perubahan perilaku tersebut dapat klasifikasikan oleh Benjamin
Bloom, cs. dalam bukunya Taxonomy of Educational Objectives (1956) ke dalam 3
ranah utama, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Perilaku
pada kawasan kognitif adalah perilaku yang merupakan hasil proses berpikir.
Dalam bahasa sederhanya adalah perilaku hasil kerja otak. Bloom, misalnya
membagi kawasan kognitif menjadi enam tingkatan: pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Keenam tingkatan tersebut secra
berturut-turut merupakan tingkatan perilaku kognitif dari yang paling rendah
atau sederhana sampai ke yang paling tinggi atau kompleks. Menyebutkan definisi
ekonomi, membedakan fungsi meja dan kursi, membuat gambar sketsa bangunan
dengan jangka dan busur, menjabarkan perilaku umum menjadi perilaku khusus.
Perilaku
kawasan psikomotorik adalah perilaku yang dimunculkan oleh hasil belajar fungsi
tubuh manusia. Ia berbentuk gerakan tubuh. Berlari, melompat, berputar,
memukul, dan menendang adalah perilaku psikomotorik. Perilaku kawasan
psikomotorik ini, oleh Bloom dibagi menjadi lima tingkat, yaitu menirukan
gerak, memanipulasikan kata-kata menjadi gerak, melakukan gerak dengan tepat,
merangkaikan berbagai gerak, dan melakukan gerak dengan gerak wajar dan
efisien.
Perilaku
afektif dimunculkan seseorang sebagai pertanda kecenderungannya untuk membuat
pilihan atau keputusan untuk beraksi di dalam lingkungan tertentu.
Mengganggukkan kepala yang ditafsirkan sebagai tanda setuju, meloncat dengan
muka berseri-seri sebagai tanda kegirangan dan pergi ke masjid atau ke gereja
sebagia tanda beriman kepada Tuhan adalah contoh perilaku dalam kawasan
afektif. Bloom membagi kawasan ini menjadi lima tingkatan kemampuan, yaitu:
menerima nilai, membuat respon terhadap nilai, menghargai nilai-nilai yang ada,
mengorganisasikan nilai, dan mengamalkan nilai secara konsisten atau
karakterisasi.
Sebenarnya
sikap itu tidak tampak oleh mata, sebab sikap baru merupakan kecenderungan
berperilaku. Ia berada “di dalam hati”. Tetapi, siapa yang dapat membaca isi hati
orang lain kalau sikap itu tidak dimunculkan berupa kata-kata, gerakan badan
atau kombinasi keduanya? Dengan perkataan lain, seseorang menafsirkan sikap
orang lain dengan melihat perilakunya atau gejala yang ditimbulkannya.
Penafsiran seperti ini sangat sulit. Kunci utamanya terletak kepada bagaimana
cara menafsirkan perilaku tertentu sebagai sikap tertentu pula. Prinsip
menfasirkan perilaku atau gejala untuk menyatakan sikap orang sering kali masih
diperdebatkan karena kehawatiran terjadinya salah tafsir. Bagaimana dengan
orang yang berperilaku pura-pura seperti menangis padahal ia sebenarnya
gembira? Orang harus berhati-hati dan sangat cermat dalam menafsirkan sikap
orang lain dari perilakunya. Tetapi, berlainan halnya dengan penafsiran
terhadap kemampuan berpikir orang dengan melihat gejalanya alam menjawab tes
atau penafsiran kemampuan psikomotorik orang dengan melihat hasil gerakannya.
Jadi,
dalam hal ini sangat penting untuk menentukan metode dan instrumen yang
digunakan untuk menilai pencapaian hasil belajar seseorang, baik dalam kawasan
kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
0 komentar:
Posting Komentar